Lisan maupun tulisan, di abad serba update menyerupai kini ini keduanya dapat merubah suatu keadaan dengan cepat dan signifikan. Kadang dapat madlarat, kadang dapat mashlahat. Tergantung si pengguna. Lisan dan goresan pena bagaikan pisau, ia dapat membunuh dan menyakiti. Ia pun dapat membahagiakan dan memberi kemanfaatan.
Dalam memakai mulut dan tulisan, kita harus memilih, mau dipakai untuk apa? Untuk kemaslahatan? atau kemadlaratan? Dengan mulut dan tulisan, kita mau merubah dunia menjadi kacau? atau menjadi damai?
Semua, tentu kita yang menentukan.
Berhati-hatilah dengan mulut dan goresan pena kita. Jangan-jangan?! Kerusuhan, permusuhan dan kesedihan yang terjadi di sekitar kita yakni buah dari bantuan mulut dan goresan pena kita.
Jangan sekali-kali kita memproduksi kemadlaratan, semisal isu-isu yang menggiring perpecahan dan kebencian dari mulut dan goresan pena kita. Jangan pula kita menjadi biro atas kemadlaratan yang dikeluarkan oleh orang lain yang kemudian kita teruskan melalui mulut dan goresan pena kita sehingga kemadlaratan itu menjadi luas.
Fenomena ketika ini: Konflik kecil kadang dapat menjadi konflik besar gara-gara mulut dan goresan pena yang tidak dipakai secara bijak. Ada sebagian orang ada yang memakai mulut maupun tulisannya untuk menggiring orang-orang awam biar turut masuk pada keresahan dan kegalauan yang ia rasakan. Ia menciptakan banyak sekali macam propaganda dan isu-isu. Yang hasilnya keresahan itupun menjadi meluas ketika ada orang-orang awam yang mempercayainya. Keresahan yang tadinya hanya ada pada satu orang atau pada satu kelompok, kemudian meluber pada orang-orang banyak yang awalnya tidak tahu apa-apa. Yang parahnya yakni ketika hal-hal tersebut berujung pada kebencian, perpecahan dan permusuhan berskala global.
Bagi kalian yang memakai media sosial, Sebagaimana kita ketahui, bahwa media umum yakni salah satu alat komunikasi terfavorit ketika ini yang mempunyai banyak pengguna dan dapat diakses secara cepat dan update.
Namun memakai media umum secara tidak bijak akan menciptakan kemadlaran. Kita ambil pola fungsi media umum sebagai sumber informasi. Ketika ada informasi yang berkembang di media sosial, hendaknya kita melaksanakan tabayyun (konfirmasi kebenarannya) terlebih dahulu. Setelah itu, kalau kita mengetahui asal permintaan informasinya, maka kita renungkan, apakah informasi tersebut manis untuk dicerna atau tidak? Jika tidak manis untuk dicerna sebaiknya kita abaikan. Jangan hingga kita share kepada orang lain. Apa lagi kalau di dalamnya mengandung unsur-unsur kemadlaratan semisal menggiring pada fitnah, kebencian, perpecahan dan permusuhan di kalangan masyarakat.
Mari peduli perdamaian. Mari gunakan mulut dan goresan pena secara sehat. Dan mari mulai dari diri kita sendiri. Jangan "panasan", dan jangan "baperan" ketika menyimak media yang memperlihatkan informasi propaganda. Tetap jaga hati dan pikiran. Dan buat solusi. Bukan malah menambah masalah.
Ketika ada gosip propaganda yang menyinggung sesuatu yang mewakilimu atau kelompokmu, maka langkah terbaik yang harus dilakukan yakni bukan balik menyinggung. Karena hal tersebut tidak menuntaskan duduk kasus dan malah justru berakibat memunculkan perpecahan dan kemadlaratan gres yang lebih besar. Inilah kesalahan yang justru banyak dilakukan oleh kebanyakan orang ketika ini.
Bagi orang-orang yang cerdas dan berhati bijak, ketika mereka menemukan adanya sesuatu yang menyinggung dirinya, atau menyinggung kelompoknya, idealnya mereka akan melaksanakan pola pikir anti mainstream, alias logika terbalik sebagaimana yang telah diteladankan oleh Rasulullah SAW. Yakni malah merangkul dan memperlihatkan konfirmasi bijak sebagai solusi utama. Artinya, adanya permasalahan direspon dengan solusi berorientasi pada kemaslahatan, bukan malah reaktif dengan balik melaksanakan keburukan. Itulah mengapa Rasulullah SAW yang awalnya diperangi malah jadi dikagumi oleh para pembencinya. Tak jarang sang pembenci justru malah jadi pengikut setianya di kemudian hari.
Mari tebar kebaikan. Dan niatkan sebagai dakwah. Karena dengan niat tersebut, kebaikan kita ditulis sebagai ibadah.
______
Oleh: Rifqi Marzooqie
0 komentar:
Post a Comment