Salah satu pendiri jam'iyyah Nahdlatul Ulama (NU) yang dikenal sangat bersahabat dengan KH Hasyim Asy'ari yaitu KHR Asnawi Kudus (1861-1959). Kyai keturunan KH Mutamakkin dan Sunan Kudus ini sangat loyal dalam beraktivitas di NU.
Kyai Asnawi selama hidup tidak pernah meninggalkan prinsip-prinsip baku ahlussunnah wal jama'ah. Terbukti dalam hal berjama'ah ditunjukkan dengan kegiatan keagamaan yang sangat lekat dengan tradisi ulama khas Timur Tengah dan Jawa.
Bekal kombinasi ilmu Arab-Jawa yang didapatinya selama mencari ilmu diterapkan supaya gampang dijalani oleh orang awam. Maka karya-karya yang ia lahirkan yaitu berbahasa Jawa dengan goresan pena pegon. Sedangkan karya berupa syi'ir dikarang dengan dua model: bahasa Jawa dan bahasa Arab.
Sedangkan dalam hal jam'iyyah, Kyai Asnawi tercatat dalam banyak sekali organisasi pra kemerdekaan semisal Sarekat Islam, Jam'iyyatun Nasihin dan Nahdlatul Ulama. Prakarsa mendirikan Nahdlatul Ulama selalu aktif dijalani sampai resmi berdiri tahun 1926.
Selama NU berdiri dan melakukan Muktamar, ia tidak pernah udzur mengikutinya sampai tamat hayat. Inilah yang patut dicatat oleh generasi muda ketika ini. Kyai Asnawi wafat beberapa hari sehabis pulang dari Muktamar NU ke-12 di Jakarta.
Ada empat rujukan semangat berNU yang sanggup diambil dari cerita KHR Asnawi.
Pertama, tidak pernah berhenti dakwah ahlussunnah wal jama'ah walau dalam tekanan penjajah. Semangat beraswaja diteguhkan dengan mendirikan Madrasah Qudsiyyah pada 1919 dan mendirikan Pondok Pesantren Raudlatul Muta'allimin Bendan Kudus tahun 1927. Termasuk Kyai Asnawi memprakarsai majelis pengajian aswaja di banyak sekali kawasan Kudus, Pati, Demak sampai Pekalongan.
Kedua, mengorganasisikan aswaja dalam wadah Nahdlatul Ulama. Bahwa jama'ah yang sudah ada tidak dianggap tepat tanpa organisasi. Maka berdirinya NU bagi KHR Asnawi yaitu mutlak adanya dan harus berjuang memberantas paham wahabi yang merusak aqidah Islam.
Perihal usaha melawan gerakan wahabi, Kyai Asnawi berada di barisan depan. Ini terbukti prasasti berdirinya NU tertulis di Masjid Aqsha Menara Kudus--atas prakarsa Kyai Asnawi dan KHR Kamal Chambali. Gerakan wahabi di Kota Kudus ia berantas dengan cara hening dan perdebatan hujjah agama versi aswaja.
Ketiga, penyempurnaan jama'ah dan jam'iyyah dibingkai dalam cinta tanah air. Kyai Asnawi sangat peduli terhadap cinta tanah air dan kedamaian bumi Indonesia. Syair yang dikarangnya banyak mengarah pada bukti faktual kemerdekaan Indonesia yaitu dengan rasa aman.
Dalam syair shalawat Asnawiyyah yang dikarang sebelum kemerdekaan tertulis: Indonesia Raya Aman. Ini menjadi bukti faktual bahwa rasa kondusif bernegara itu sangat penting untuk dijaga.
Salah satu bukti keamanan Indonesia bagi Kyai Asnawi perlu diperkuat rasa beislam dan bersejarah. Apa artinya? Islamnya harus benar patuh pada aswaja dan mengerti sejarah bangsa. Bahkan Kyai Asnawi memuji prinsip demokrasi yang diusung oleh bangsa Indonesia.
Keempat, rasa saling sayang dan menghormati perlu ditanamkan dalam berNU. Boleh kita bayangkan ketika awal pendirian NU, sarana transportasi dan komunikasi masih sangat manual. Tapi semangat para ulama terbangun baik alasannya yaitu saling sayang dan hormat.
Inilah hal-hal pokok yang sanggup diambil dari pengalaman KHR Asnawi dalam berNU. Usia NU yang memasuki 92 tahun patut disambut dengan rasa sayang dan hormat.
NU akan tetap jaya dan besar kalau kita mau menggandakan cara-cara ulama dalam meneguhkan jama'ah dan jam'iyyah.*)
Oleh:
M. Rikza Chamami
PW GP Ansor Jawa Tengah
0 komentar:
Post a Comment