كُلُّ عَمَلِ ابْنِ ءادَمَ لَهُ إلا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأنا أَجْزِي بِهِ
“Setiap amal insan (diperuntukkan) untuk dirinya (sendiri), kecuali puasa. Maka bahwasanya puasa (diperuntukkan) untukKu dan saya akan memberinya pahala”. (HR. Al-Bukhari)Puasa ialah perbuatan taat yang paling utama, bentuk qurbah(upaya mendekatkan diri kepada Allah) yang paling agung dan merupakan salah satu yang terpenting dalam masalah-masalah keislaman. Dalam hadits yang diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim, Rasulullah SAW bersabda bahwa Islam dibangun diatas lima perkara, diantaranya ialah puasa Ramadlan.
Dalam dilema penentuan awal ramadlan, para ulama empat mazhab bersepakat bahwa bahwa cara memilih awal ramadlan ialah sebagai berikut:
- Mengadakan observasi terhadap hilal ramadlan dikala terbenamnya matahari tanggal 29 sya’ban. Jika hilal sanggup dilihat, maka keesokan harinya ialah tanggal 1 ramadlan.
- Jika hilal tidak nampak, maka keesokan harinya ialah tanggal 30 sya’ban.
Imam Ahmad dalam kitab Musnadnya, Imam Muslim dalam Shahihnya, An-Nasa’i dalam Sunannya dan Ibnu Majah –rahimahumullah-- meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah --radliyallahu ‘anhu—bahwa Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
إذَا رَأَيْتُمُ الْهِلاَلَ فَصُومُوا وَإذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا فَإنْ غُمّ عَلَيْكُمْ فَصُومُوا ثَلاَثِينَ يَوْمًا
Artinya: “Jika kalian melihat hilal, maka berpuasalah. Dan jikalau kalian melihatnya, maka berhentilah berpuasa. Jika langit mendung maka berpuasalah selama 30 hari”.
Al-Bukhari meriwayatkan bahwa Rasulullah –shallallahu ‘alayhi wa sallam—bersabda:
صُومُوا لرؤيته وأَفْطِرُوا لرؤيته فإن غبي عليكم فأكملوا عدة شعبان ثلاثين
Artinya:
“Berpuasalah jikalau kalian melihat hilal, dan lakukanlah ifthar sehabis melihatnya. Jika mendung, maka sepurnakanlah bulan sya’ban sampai 30 hari”.Pendapat Syafi’iyah
Dalam kitab “Asnal Mathalib”, syarah kitab “Raudh al-Thalib” karya Syeikh Zakaria Al-Anshari (w=925); 1/410, disebutkan:
ولا عبرة بالمنجم (أي بقوله) فلا يجب به الصوم ولا يـجوز والمـراد بآية: [وَبِالنَّجْمِ هُمْ يَهْتَدُونَ] [النحل: 16] الاهتداء في أدلة القبلة وفي السفر
“Ucapan hebat astronomi tidak perlu diperhatikan. Maka tidak wajib berpuasa berdasarkan gosip para hebat astronomi. Sedangkan yang dimaksud dalam ayat:وَبِالنَّجْمِ هُمْ يَهْتَدُونَ [النحل: 16]
adalah mencari petunjuk dengan bintang dalam memilih arah kiblat dan sebagai pentu arah dikala dalam perjalanan.
Pendapat Mazhab Hanafi
Seorang hebat fiqih mazhab Hanafi, Ibnu ‘Abidin (w=1252) dalam kitab Ad-Dur Al-Mukhtar (3/354) yang merupakan kitab yang paling populer dikalangan ulama Hanafi disebutkan:
لا عبرة بقول المؤقتين أي في وجوب الصوم على الناس بل في ( المعراج ) لا يُعتبر قولهم بالإجماع ولا يجوز للمنجم أن يعمل بحساب نفسه اهـ.
Dalam kitab Al-Dur Al-Tsamin wa al-Mawrid al-Mu’in karya Syeikh Abi Abdillah Muhammad bin Ahmad Mayyarah al-Maliki (w=1072 H) hlm. 327 berkata bahwa berdasarkan al-Syihab al-Qarafi (w=684 H), bahwa ketetapan dengan dasar hisab kemudian wacana awal ramadlan dihentikan diikuti alasannya ialah bertentangan dengan ijma’ para ulama salaf.
Dalam Kitab Syarh al-Kabir karya Syaikh Ahmad Al-Dardir al-Maliki al-Azhari (w=1201) Juz 1 hlm. 462 menyampaikan bahwa awal ramadhan tidak sanggup ditetapkan dengan dasar gosip dari hebat astronomi. Artinya gosip itu tidak sanggup dijadikan dasar baik untuk dirinya sendiri atau orang lain.
Pendapat kalangan Nanabilah
Al-Buhuty al-Hanbali (w=1051) dalam Kasyaf al-Qana’; 2/302 menyampaikan bahwa jikalau seseorang niat puasa ramadhan pada tanggal 30 sya’ban tanpa dasar syar’i berupa terlihatnya hilal atau menyempurnakan bulan sya’ban, menyerupai berpuasa alasannya ialah gosip hisab atau hebat astronomi meskipun gosip tersebut banyak, maka puasanya tidak sah, alasannya ialah ia bersandar pada apa yang bertentangan dengan syara’.
Dari uraian di atas, hendaknya setiap muslim berpegang pada pendapat fuqaha’ mazhahib arba’ah dimana umat ini bersepakat akan keluhuran derajat mereka. Hendaknya pula seorang muslim mempelajari hukum-hukumm wacana puasa sebelum masuk bulan ramadhan kepada orang yang memiliki pengetahuan dan keadilan yang memperoleh ilmu tersebut dengan cara bertatap muka dengan orang sebelumnya yang juga memiliki keadilan dan pengetahuan dengan sanad muttashil kepada Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam.
Semoga Allah mengakibatkan kita orang-orang yang mau mendengarkan suatu pendapat dan mengikuti apa yang terbaik darinya. Amin.
Maha Suci Allah dan segala puji bagiNya. Wallahu A’lam.
Sumber: Darulfatwa.org.au
0 komentar:
Post a Comment