Showing posts with label Puasa. Show all posts
Showing posts with label Puasa. Show all posts
Para ulama yang menganjurkan puasa Rajab beristinbath (menggali dalil) dengan hadis berikut:

قُلْت يَا رَسُول اللَّه لَمْ أَرَك تَصُومُ مِنْ شَهْر مِنْ الشُّهُور مَا تَصُوم مِنْ شَعْبَان ، قَالَ : ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاس عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَان ، وَهُوَ شَهْر تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَال إِلَى رَبّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ "

Wahai Rasulullah, aku tidak menjumpai Engkau berpuasa di bulan-bulan yang lain sebagaimana Engkau berpuasa di bulan Sya'ban. Rasulullah menjawab: "Sya'ban yaitu bulan yang dilupakan oleh orang-orang antara bulan Rajab dan Ramadlan. Bulan  Sya'ban yaitu bulan laporan amal kepada Allah. Maka aku bahagia amal aku dilaporkan sementara aku dalam kondisi berpuasa" (HR Nasai, Abu Dawud dan disahihkan oleh Ibnu Khuzaimah. Baca Fathul Bari Syarah Sahih Bukhari karya al-Hafidz Ibnu Hajar, VI/238. Ibnu Hajar juga menilainya sahih)

al-Hafidz Ibnu Hajar berkata:

فَهَذَا فِيْهِ إِشْعَارٌ بِأَنَّ فِي رَجَبَ مُشَابَهَةً بِرَمَضَانَ، وَأَنَّ النَّاسَ يَشْتَغِلُوْنَ مِنَ الْعِبَادَةِ بِمَا يَشْتَغِلُوْنَ بِهِ فِي رَمَضَانَ، وَيَغْفُلُوْنَ عَنْ نَظِيْرِ ذلِكَ فِي شَعْبَانَ. لِذَلِكَ كَانَ يَصُوْمُهُ. وَفِيْ تَخْصِيْصِهِ ذَلِكَ بِالصَّوْمِ - إِشْعَارٌ بِفَضْلِ رَجَبَ، وَأَنَّ ذَلِكَ كَانَ مِنَ الْمَعْلُوْمِ الْمُقَرَّرِ لَدَيْهِمْ.

"Hadis ini memberi klarifikasi bahwa bulan Rajab dan Ramadlan mempunyai kesamaan dalam hal keutamaan. Dan Rasulullah yang menyebut secara khusus ihwal puasa juga memberi klarifikasi ihwal keutamaan Rajab" (Tabyin al-Ajab hal. 2)

Pendapat Sahabat Ibnu Umar

عن ابن عمر أنه: " كان إذا رأى الناس وما يعدونه لرجب كرهه وقال: صوموا منه وأفطروا " (ص 230) . صحيح. أخرجه ابن أبى شيبة (2/182)

Ibnu Umar bila melihat orang-orang berkemas-kemas terhadap bulan Rajab, dia tidak bahagia terhadap hal itu. Dan Ibnu Umar berkata: "Berpuasalah kalian di bulan Rajab, dan berbukalah kalian" (Riwayat Ibnu Abi Syaibah. Dinilai sahih oleh ulama salafi dalam Irwa' al-Ghalil)

Pendapat 4 Madzhab

ُنْدَبُ صَوْمُ شَهْرِ رَجَبَ وَشَعْبَانَ بِاتِّفَاقِ ثَلَاثَةٍ مِنَ الْأَئِمَّةِ وَخَالَفَ الْحَنَابِلَةُ ( الْحَنَابِلَةُ قَالُوْا : إِفْرَادُ رَجَبَ بِالصَّوْمِ مَكْرُوْهٌ إِلَّا إِذَا أَفْطَرَ فِي أَثْنَائِهِ فَلَا يُكْرَهُ ) (الفقه على المذاهب الأربعة – ج 1 / ص 895)

“Dianjurkan puasa bulan Rajab dan Sya’ban, menurut akad 3 madzhab (Hanafi, Maliki dan Syafii). Sedangkan madzhab Hanbali berbeda. Mereka berkata: Mengkhususkan bulan Rajab dengan berpuasa yaitu makruh, kecuali tidak melaksanakan puasa di bulan Rajab secara penuh selama 1 bulan” (al-Fiqh ala Madzahib al-Arba’ah 1/895)

Pendapat Ulama Salafi-Wahabi

Mufti Wahabi membolehkan puasa Rajab:

ﻭﺃﻣﺎ ﺻﻮﻡ ﺭﺟﺐ ﻣﻔﺮﺩا ﻓﻤﻜﺮﻭﻩ، ﻭﺇﺫا ﺻﺎﻡ ﺑﻌﻀﻪ ﻭﺃﻓﻄﺮ ﺑﻌﻀﻪ ﺯاﻟﺖ اﻟﻜﺮاﻫﺔ.

اﻟﻠﺠﻨﺔ اﻟﺪاﺋﻤﺔ ﻟﻠﺒﺤﻮﺙ اﻟﻌﻠﻤﻴﺔ ﻭاﻹﻓﺘﺎء

ﻋﻀﻮ ... ﻋﻀﻮ ... ﻧﺎﺋﺐ ﺭﺋﻴﺲ اﻟﻠﺠﻨﺔ ... اﻟﺮﺋﻴﺲ
ﻋﺒﺪ اﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﻗﻌﻮﺩ ... ﻋﺒﺪ اﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﻏﺪﻳﺎﻥ ... ﻋﺒﺪ اﻟﺮﺯاﻕ ﻋﻔﻴﻔﻲ ... ﻋﺒﺪ اﻟﻌﺰﻳﺰ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﺑﺎﺯ

Puasa bulan Rajab saja (tanpa puasa di bulan sebelum atau setelah Rajab) yaitu makruh. Jika puasa di sebagian Rajab dan sebagian lagi tidak puasa, maka tidak makruh.

Lembaga Kajian Ilmu dan Fatwa (Arab Saudi). Ketua Syekh Abd Aziz bin Abdullah bin Baz

Hari ini orang bederma baik menyerupai puasa dihujat, sementara yang menghujat tidak berpuasa.
_____
Oleh: Ma'ruf Khozin, Aswaja Center PWNU Jatim
 Puasa merupakan ibadah ritual yang interpretasinya meliputi beberapa aspek urgen dalam ke Filosofi Huruf 'Shod' dalam Kata Ash-Shoumu (Puasa)

Puasa merupakan ibadah ritual yang interpretasinya meliputi beberapa aspek urgen dalam kehidupan yang terkombinasi dalam satu ibadah yang disebut puasa. Dan inilah keutamaan ibadah puasa dari yang lainnya. Kombinasi aspek bermacam-macam tersebut bisa kita tinjau dari filosofi abjad "shod" dari kata dasarnya asshoumu الصوم.

Tercatat ada 13 interpertasi puasa yang telah dilegitimasi oleh para pakar :

1. As Shobru (Kesabaran)
Dikatakan dalam sebuah hadits : "وهو شهر الصبر والصبر ثوابها الجنة " bulan ramadhan ialah bulan kesabaran dan kesabaran pahalanya surga". HR Baihaki

Psikiater terkemuka di tanah air, Prof. Dr. Dadang Hawari menegaskan, inti dari shaum yaitu pengendalian diri. Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu, menambahkan, shaum bukan hanya sekedar menahan lapar dan dahaga. “Yang paling penting ialah mengendalikan diri dari hal-hal yang dilarang,”

2. As Shidqu (Kejujuran)

Puasa menuntut setiap pelakunya untuk mengaplikasikan amaliyah dzohir dan batinnya dengan kejujuran. Sebab ini ialah suatu proses penyucian jiwa dari kotaran hati yang disebut bohong baik dalam tindakan maupun perkataan.

3. As Shomtu (Diam)
Rosululloh SAW bersabda : من صمت نجا "barangsiapa yang membisu maka beliau akan selamat" HR.Tirmidzi, Ahmad Dan Baihaki. Sebab membisu ialah rekanan dari puasa kalau seseorang berpuasa dari makan dan minum maka sedemikian juga kita harus “the obstinence of speech” memaksa diri untuk tidak bercakap-cakap Perkataan yang negatif, berbahaya dan merugikan ibarat memfitnah, berbohong, caci maki, berkata-kata porno, mengadu domba dan sebagainnya.

4. As Shohwah (Kejernihan jiwa dan Keterjagaan)

Suatu tindakan meninggalkan kebatilan, merefleksi kehidupan, sadar dari kelalaian kelaian yang telah dijalani diluar bulan ramadhan. Karena bulan ramadhan ialah animo segala bentuk keluhuran, ibadah, dan pertaubatan. Dan tidak menutup kemungkinan dengan adanya bulan ini setiap orang akan mengkoreksi perjalanannya masing masing.

5. As Shoud (Kebangkitan)
Setiap orang yang berpuasa sedang menjalani proses kebangkitan menuju keluhuran, kebangkitan dari segala jenis syahwat, kebangkitan kualitas social kemasyarakatan.

Prof KH Didin Hafidhuddin, mengungkapkan, tujuan utama shaum bulan Ramadhan ialah mencetak manusia-manusia yang bertakwa. Menurut dia, takwa ialah orang yang selalu berusaha meningkatkan kualitas diri, kualitas akhlak, kualitas pengetahuan, kualitas ibadahnya kepada Allah maupun juga kualitas kesalehan sosialnya.

6. As Shomud wa shomadiyah (Ketangguhan)
Menguji ketangguhan seseorang dalam menahan kesulitan pada segala kondisi baik panas maupun dingin, baik lapar maupun haus. semuanya harus dilalui sebagai asensi ibadah kita. Cukuplah menjadi teladan bagi kita bagaimana usaha rosululloh dan para sobat yang melakukan perang badar dalam kondisi berpuasa.

7. As Sholah (Sholat)
Sholat sangat dekat sekali dengan syiar ramadhan khususnya sholat tarowih. Dibulan ramadhan juga menormalkan fungsi masjid dengan banyaknya orang yang sholat berjamaah.


8. As Shilah (Silaturahmi)
Silaturrahmi disini ialah kinayah dari menyalurkan kebajikan pada sanak family, kerabat, serta mempererat relationship antar sesama.

Aristoteles menyampaikan bahwa insan adalah, Zoon Foliticon. Makhluk yang bermasyarakat, bersosialisasi, berinteraksi sosial. Dalam bersosialisasi insan akan selalu berinteraksi dengan manusia. Interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktifitas-aktifitas sosial. Interaksi sosial ialah hubungan sosial yang dinamis, yang menghubungkan antara orang perorang, antara kolompok-kolompok insan maupun perorangan dengan kolompok manusia. Salah satunya bisa kita tempuh melalui silaturahmi,

9. As Shoqlu (Konsentrasi dan Konsistensi)
Yaitu mengambil keputusan dan tindakan dengan tenang dan konsentrasi tidak tergesa gesa dan amarah. Serta berkonsentrasi dengan tujuan tujuan utama dalam kehidupan didunia. Dalam bahasa modern sanggup di pahami sebagai humanisasi, yaitu aktivitas pemberdayaan dan peningkatan kwalitas Sumber Daya Manusia yang seimbang

10. As Shofa (Kejernihan Hati)

Prof. Mahmud Syaltut, mengistilahkan puasa dengan "Asshoimu malakum fii shuratil insan) artinya: “malaikat dalam wujud manusia” yang bisa membuat dan mengisi ke kosongan jiwa dan kesehatan rohani.


11. As Shofhu wa As Shulhu (Memaafkan dan Berdamai)
Bulan ini ialah bulan penuh ampunan dari alloh. Sudah seyogyanya bagi kita untuk memaafkan sesama dan berdamai dari segala bentuk konflik kehidupan.


12. As Sihhah wa As Shounu ( kesehatan dan pencegahan)
Secara medis mempunyai banyak khasiat rosululloh s.a.w bersabda : صوموا تصحوا "berpuasalah maka kau akan sehat" HR tabrani. Pengobatan mutakhir pun sudah banyak melegitimasi secara ekspilisit kebenaran hadits ini, Seorang dokter arab berjulukan ibnu kaldah menyampaikan ; "المعدة بيت الداء والحمية رأس كل الدواء" percernaan ialah sumber segala penyakit dan pencegahan (puasa) sumber segala obat.

13. As Shodaqoh (Sedekah)
Bulan bulan ampunan identik dengan membuatkan kebahagiaan dengan orang faqir miskin melalui sedekah. Syiar ini sanggup dirasakan sesudah kita mencicipi bagaimana rasa lemas ketika menahan lapar dan dahaga ketika berpuasa sehingga menggerakkan hati kita untuk meringankan benan bagi mereka.

Demikianlah filosofi puasa ditinjau dari abjad shod dalam kata as-shoumu. agar bisa mengakibatkan pelajaran dalam menjalankan puasa pada kali ini.**
Hukum Batalkan Puasa Syawal Saat Silaturahmi Idulfitri Hukum Batalkan Puasa Syawal Saat Silaturahmi Lebaran

Seiring datangnya hari raya yang jatuh pada satu Syawal kaum muslimin di Nusantara bertandang ke rumah saudara, tetangga, hubungan kerja dan orang-orang sepergaulan lainnya. Ini yaitu bentuk hablum minan nas sebagai penyeimbang hablum minallah selama bulan Ramadhan penuh. Tetapi, memasuki hari kedua bulan Syawal banyak di antara mereka berpuasa sunah enam hari di bulan Syawal.

Kesunahan puasa sunah Syawal ini didasarkan pada riwayat terkenal dari Rasulullah SAW:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ اَلدَّهْرِ (رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Artinya, “Siapa saja yang berpuasa dibulan Ramadhan lalu menyusulnya dengan puasa enam hari dari bulan Syawal, maka menyerupai puasa setahun penuh,” (HR Muslim).

Namun terkadang semangat berpuasa sunah bulan Syawal sedikit menemui hambatan ketika berbarengan dengan silaturrahmi di mana tuan rumah telah menyediakan beraneka ragam sajian sesuai tradisi lebaran di Nusantara.

Hendak tetap puasa sedang bertamu dan ditawari makan, mau membatalkan sangat disayangkan. Lalu sebaiknya bagaimana perilaku ideal yang terbaik untuk diambil, tetap berpuasa atau membatalkannya?

Dalam kondisi menyerupai ini, menarik sekali pilihan perilaku yang diteladankan oleh Nabi Muhammad SAW, yaitu ketika ada sebagian teman yang bersikukuh puasa sunnah di tengah jamuan kuliner ia bersabda:

يَتَكَلَّفُ لَكَ أَخُوكَ الْمُسْلِمُ وَتَقُولُ إنِّي صَائِمٌ، أَفْطِرْ ثُمَّ اقْضِ يَوْمًا مَكَانَهُ. (الدَّارَقُطْنِيُّ وَالْبَيْهَقِيُّ

Artinya, “Saudara Muslimmu sudah repot-repot (menyediakan makanan) dan kau berkata, ‘Saya sedang berpuasa?’ Batalkanlah puasamu dan qadha’lah pada hari lain sebagai gantinya,” (HR Ad-Daruquthni dan Al-Baihaqi).

Kemudian dari sinilah para ulama merumuskan, ketika tuan rumah keberatan atas puasa sunah tamunya, maka aturan membatalkan puasa sunah baginya untuk menyenangkan hati (idkhalus surur) tuan rumah yaitu sunnah sebab perintah Nabi SAW dalam hadits tersebut.

Bahkan dalam kondisi menyerupai ini dikatakan, pahala membatalkan puasa lebih utama daripada pahala berpuasa. (Lihat Abu Bakar bin Syatha Ad-Dimyathi, I’anatut Thalibin, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], juz III, halaman 36).

Dalam konteks ini Ibnu ‘Abbas RA mengatakan:

مِنْ أَفْضَلِ الْحَسَنَاتِ إِكْرَامُ الْجُلَسَاءِ بِالْإِفْطَارِ

Artinya, “Di antara kebaikan yang paling utama yaitu memuliakan teman semajelis dengan membatalkan puasa (sunah),” (Lihat Al-Ghazali, Ihya ‘Ulumiddin, [Beirut, Darul Ma’rifah, tanpa catatan tahun], juz II, halaman 14).

Dengan demikian kita ketahui, untuk menjalankan puasa sunah bulan Syawal ketika silaturahmi lebaran hendaknya diketahui, apakah tuan rumah berkeberatan atau tidak dengan puasa kita. Kalau ia tidak berkeberatan maka kita tetap berpuasa. Bila ia keberatan, maka lebih utama kita memakan hidangannya dan berpuasa di hari-hari bulan Syawal lainnya. Wallahu a’lam. (Ahmad Muntaha AM, Wakil Sekretaris PW LBM NU Jawa Timur)
Cara Menentukan Awal Puasa Bulan Ramadlan Menurut  Cara Menentukan Awal Puasa Bulan Ramadlan Menurut 4 Madzhab

Puasa ramadlan ialah ibadah yang agung. Keutamaanya cukup hanya dengan sebuah hadits qudsi yang diriwayatkan Al-Bukhari:

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ ءادَمَ لَهُ إلا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأنا أَجْزِي بِهِ
“Setiap amal insan (diperuntukkan) untuk dirinya (sendiri), kecuali puasa. Maka bahwasanya puasa (diperuntukkan) untukKu dan saya akan memberinya pahala”. (HR. Al-Bukhari)

Puasa ialah perbuatan taat yang paling utama, bentuk qurbah(upaya mendekatkan diri kepada Allah) yang paling agung dan merupakan salah satu yang terpenting dalam masalah-masalah keislaman. Dalam hadits yang diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim, Rasulullah SAW bersabda bahwa Islam dibangun diatas lima perkara, diantaranya ialah puasa Ramadlan.

Dalam dilema penentuan awal ramadlan, para ulama empat mazhab bersepakat bahwa bahwa cara memilih awal ramadlan ialah sebagai berikut:
  1. Mengadakan observasi terhadap hilal ramadlan dikala terbenamnya matahari tanggal 29 sya’ban. Jika hilal sanggup dilihat, maka keesokan harinya ialah tanggal 1 ramadlan.
  2. Jika hilal tidak nampak, maka keesokan harinya ialah tanggal 30 sya’ban.
Dari cara ini para fuqaha mencetuskan dan menfatwakan bahwa cara inilah yang harus menjadi sandaran. Dan pendapat para hebat hisab dan falak tidak perlu diperhatikan dan tidak sanggup dijadikan dasar untuk memilih awal dan berakhirnya puasa ramadlan.

Imam Ahmad dalam kitab Musnadnya, Imam Muslim dalam Shahihnya, An-Nasa’i dalam Sunannya dan Ibnu Majah –rahimahumullah-- meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah --radliyallahu ‘anhu—bahwa Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
إذَا رَأَيْتُمُ الْهِلاَلَ فَصُومُوا وَإذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا فَإنْ غُمّ عَلَيْكُمْ فَصُومُوا ثَلاَثِينَ يَوْمًا
Artinya:
“Jika kalian melihat hilal, maka berpuasalah. Dan jikalau kalian melihatnya, maka berhentilah berpuasa. Jika langit mendung maka berpuasalah selama 30 hari”.

Al-Bukhari meriwayatkan bahwa Rasulullah –shallallahu ‘alayhi wa sallam—bersabda:
صُومُوا لرؤيته وأَفْطِرُوا لرؤيته فإن غبي عليكم فأكملوا عدة شعبان ثلاثين
Artinya:
“Berpuasalah jikalau kalian melihat hilal, dan lakukanlah ifthar sehabis melihatnya. Jika mendung, maka sepurnakanlah bulan sya’ban sampai 30 hari”.

Pendapat Syafi’iyah
Dalam kitab “Asnal Mathalib”, syarah kitab “Raudh al-Thalib” karya Syeikh Zakaria Al-Anshari (w=925); 1/410, disebutkan:
ولا عبرة بالمنجم (أي بقوله) فلا يجب به الصوم ولا يـجوز والمـراد بآية: [وَبِالنَّجْمِ هُمْ يَهْتَدُونَ] [النحل: 16] الاهتداء في أدلة القبلة وفي السفر
“Ucapan hebat astronomi tidak perlu diperhatikan. Maka tidak wajib berpuasa berdasarkan gosip para hebat astronomi. Sedangkan yang dimaksud dalam ayat:
وَبِالنَّجْمِ هُمْ يَهْتَدُونَ [النحل: 16]
adalah mencari petunjuk dengan bintang dalam memilih arah kiblat dan sebagai pentu arah dikala dalam perjalanan.

Pendapat Mazhab Hanafi
Seorang hebat fiqih mazhab Hanafi, Ibnu ‘Abidin (w=1252) dalam kitab Ad-Dur Al-Mukhtar (3/354) yang merupakan kitab yang paling populer dikalangan ulama Hanafi disebutkan:
لا عبرة بقول المؤقتين أي في وجوب الصوم على الناس بل في ( المعراج ) لا يُعتبر قولهم بالإجماع ولا يجوز للمنجم أن يعمل بحساب نفسه اهـ.

Pendapat kalangan Malikiyah
Dalam kitab Al-Dur Al-Tsamin wa al-Mawrid al-Mu’in karya Syeikh Abi Abdillah Muhammad bin Ahmad Mayyarah al-Maliki (w=1072 H) hlm. 327 berkata bahwa berdasarkan al-Syihab al-Qarafi (w=684 H), bahwa ketetapan dengan dasar hisab kemudian wacana awal ramadlan dihentikan diikuti alasannya ialah bertentangan dengan ijma’ para ulama salaf.

Dalam Kitab Syarh al-Kabir karya Syaikh Ahmad Al-Dardir al-Maliki al-Azhari (w=1201) Juz 1 hlm. 462 menyampaikan bahwa awal ramadhan tidak sanggup ditetapkan dengan dasar gosip dari hebat astronomi. Artinya gosip itu tidak sanggup dijadikan dasar baik untuk dirinya sendiri atau orang lain.

Pendapat kalangan Nanabilah
Al-Buhuty al-Hanbali (w=1051) dalam Kasyaf al-Qana’; 2/302 menyampaikan bahwa jikalau seseorang niat puasa ramadhan pada tanggal 30 sya’ban tanpa dasar syar’i berupa terlihatnya hilal atau menyempurnakan bulan sya’ban, menyerupai berpuasa alasannya ialah gosip hisab atau hebat astronomi meskipun gosip tersebut banyak, maka puasanya tidak sah, alasannya ialah ia bersandar pada apa yang bertentangan dengan syara’.

Dari uraian di atas, hendaknya setiap muslim berpegang pada pendapat fuqaha’ mazhahib arba’ah dimana umat ini bersepakat akan keluhuran derajat mereka. Hendaknya pula seorang muslim mempelajari hukum-hukumm wacana puasa sebelum masuk bulan ramadhan kepada orang yang memiliki pengetahuan dan keadilan yang memperoleh ilmu tersebut dengan cara bertatap muka dengan orang sebelumnya yang juga memiliki keadilan dan pengetahuan dengan sanad muttashil kepada Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam.

Semoga Allah mengakibatkan kita orang-orang yang mau mendengarkan suatu pendapat dan mengikuti apa yang terbaik darinya. Amin.
Maha Suci Allah dan segala puji bagiNya. Wallahu A’lam.