Dakwah.web.id Godaan maha berat ialah ketika kita merasa lebih dari yang lain. Merasa lebih bisa menciptakan kita merendahkan yang lain. Ghibah membicarakan orang lain itu tidak boleh dan dosanya besar alasannya ialah di balik ghibah itu terselip sikap merasa lebih baik daripada orang yang kita jadikan materi gosip. Kita perlu memuasakan pengecap kita semoga orang lain selamat dari tajam dan bahayanya pengecap kita.
Godaan merasa lebih alim bisa juga menerpa mereka yang rajin beribadah. Saat shalat bacaan kita lebih anggun dari yang lain. Hafalan ayat kita lebih komplit. Ruku' atau sujud kita lebih lama. Kita lebih khusyu' ketimbang yang shalatnya express. Perasaan lebih alim itu harus kita latih untuk kita pendam di bulan bulan ampunan ini. Puasa ialah ibadah diam. Kita tidak bisa melihat bahwa si A atau si B puasanya lebih nyaring, lebih bagus, lebih dermawan, lebih panjang atau lebih khusyu' menyerupai acara ibadah lainnya. Puasa ialah menahan, puasa ialah ibadah pasif; bukan aktif. Semua terlihat sama. Yang menilai kualitas puasa kita benar-benar Allah semata. Maka jadikanlah puasa sebagai cara kita untuk merasa sama dengan yang lain, bukan merasa lebih alim dari yang lain.
Puasa juga melatih kita untuk tidak selalu merasa lebih punya atau memiliki. Sikap merasa mempunyai menciptakan kita tidak bisa mencicipi orang yang dalam kondisi kekurangan. Bahkan di ketika kita kurang, masih banyak lagi yang lebih kurang dari kita. Yang merasa mempunyai akan terikat dengan apa yang dimilikinya. Puasa melatih kita untuk melepas sesaat dari apa yang kita miliki: makanan, minuman dan pasangan. Bukan alasannya ialah kita tidak bisa menikmati makan, minum dan menjamah pasangan kita, tapi alasannya ialah kita menentukan untuk menahan diri.
Dalam keseharian kita terus menerus mengandalkan kemampuan kita. Puasa mengajarkan bahwa ada hal di luar apa yang bisa kita usahakan. Kita bisa memasukkan masakan ke dalam mulut, tetapi kita tidak sanggup mengontrol rasa lapar di bulan puasa. Kita bisa telentang di daerah tidur, tetapi di bulan puasa kapan kita tidur dan bangkit ternyata digerakkan oleh kekuatan lain. Kita bisa berusaha menerima kebanggaan amal ibadah tetapi kita tidak bisa menciptakan orang lain kagum dengan puasa kita. Kita bisa menceritakan diam-diam ibadah Ramadan, tetapi kita tidak pernah tahu apakah kita telah menjadi bab dari diam-diam itu. Terakhir, kita bisa melaksanakan amalan puasa, tetapi kita tidak tahu apakah telah tumbuh cinta ilahi. Puasa mengajarkan kita mengakui batas kemampuan diri.
Kalau selepas bulan ampunan kelak kita masih merasa lebih alim, lebih hebat, lebih bisa dan lebih mempunyai daripada yang lain, maka puasa kita belum 'ngefek' ke sikap kita sehari-hari.
Rabbi,
Kau sapa mereka yang beriman dengan mesra.
Dan Kau suruh mereka berpuasa semoga menjadi orang bertakwa.
Aku gres hingga tahap ber-Islam, belum ber-Iman
Namun saya tetap berpuasa.
Duh Gusti...
Maafkan kelancanganku merasa menjadi orang yang turut Kau sapa
Tabik,
Nadirsyah Hosen
Dosen Senior Monash Law School Australia
0 komentar:
Post a Comment