Bendera Hitam Yaitu Bendera Perang, Bukan Bendera Ummat

Tulisan santri Hadlromaut, sangat layak untuk dibaca. Di simpulan goresan pena ini mengisahkan bendera organisai terlalarang yang bertuliskan kalimat tauhid lumrah di bakar, bahkan oleh Masyayikh Yaman. 

* Bendera hitam yaitu bendera perang, bukan bendera "ummat".

Sejak insiden pembakaran bendera tauhid di Garut beberapa hari lalu, saya tertarik untuk menelusuri lebih dalam wacana bendera hitam dalam kitab-kitab Hadits dan Syamail. Prof. Nadirsyah Hosen bahwasanya sudah punya goresan pena mengenai dilema ini, tapi kurang mantap rasanya jikalau tidak ber-ijtihad sendiri dan cuma mengandalkan goresan pena orang. Lagi pula kesimpulan Prof. Nadir bahwa semua hadits yang berkaitan dengan panji hitam yaitu hadits-hadits lemah saya rasa kurang tepat.

Saya juga menelusuri apakah pembakaran bendera tauhid di dunia ini gres dilakukan di Indonesia oleh Banser beberapa hari yang lalu? Bagaimana dengan Yaman Utara tempat dimana bendera-bendera hitam bertuliskan kalimat tauhid itu juga banyak tersebar sebagai atribut Al-Qaeda ?

Berikut point-point yang sanggup saya simpulkan :

1. Warna Bendera Rasulullah SAW
Semasa hidupnya, Rasulullah Saw mempunyai banyak bendera, yang terdiri dari beberapa bendera besar (Ar-Rayah) dan bendera kecil (Al-Liwa'). Syaikh Yusuf Bin Ismail An-Nabhani dalam kitab Syamail-nya menyebutkan

كانت راية رسول الله صلى الله عليه و سلم سوداء و لواءه ابيض 

"Bendera besar (Rayah) Rasulullah Saw berwarna hitam, sedangkan bendera kecilnya (liwa') berwarna putih."

Sayyid Muhammad Al-Maliki dalam Tarikhul Hawadits berkata :

و كانت له راية سوداء يقال لها العقاب و أخرى صفراء كما في سنن أبي داود و أخرى بيضاء يقال لها الزينة

"Rasulullah Saw mempunyai bendera hitam yang dinamakan 'Al-Uqob', dia juga mempunyai bendera berwarna kuning menyerupai keterangan dalam Sunan Abu Dawud, satu lagi bendera dia yaitu panji berwarna putih yang dinamakan 'Az-Zinah'. "

Dari sini sanggup kita ketahui bahwa Rasulullah Saw mempunyai beberapa bendera dengan warna yang berbeda-beda, bukan melulu hitam saja. Menurut Al-Hafidz Ibnu Hajar bendera-bendera itu dipakai dalam waktu yang berlainan.

(Entah kenapa ISIS, Al-Qaeda dan gerombolan radikal lainnya lebih menentukan warna hitam dari pada warna Royah Rasulullah yang lain? Kuning misalnya? Mungkin sebab warna hitam terlihat lebih galak, menakutkan dan juga sangar)

Hadits-Hadits wacana warna Royah dan Liwa' mempunyai derajat yang tidak sama, ada pula satu hadits yang diriwayatkan dengan sanad yang berlainan. Hadits Riwayat Al-Hakim yang disebut An-Nabhani diatas memang lemah, bahkan ada yang menyebutnya sebagai hadits Munkar, hanya saja itu tidak menafikan adanya hadits-hadits lain yang berderajat hasan menyerupai riwayat Imam Tirmidzi :

 كانت راية رسول الله سوداء مربعة من نمرة  قال 
سألت محمدا يعني البخاري فقال حديث حسن 

2. Tulisan dalam bendera Rasulullah SAW
Hanya ada satu hadits yang menyatakan panji hitam Rasulullah Saw bertuliskan kalimat tauhid, yaitu hadits Ibnu Abbas yang diriwayatkan Al-Thabrani dalam kitab Al-Kabir, Abu Assyaikh dalam kitab Al-Akhlaq (153), dan Al-Haitsami dalam Majma' Az-Zawaid (5/321). yang berbunyi :

كانت راية رسول الله صلى الله عليه و سلم سوداء مكتوب عليها لا إله إلا الله محمد رسول الله  

"Royah Rasulullah Saw berwarna hitam bertuliskan La Ilaha Ilallah Muhammadun Rasulullah"

Hadits yang diriwayatkan Abu Assyaikh dinyatakan lemah sanadnya oleh Ibnu Hajar, sedangkan Al-Haitsami mengomentari hadits yang diriwayatkannya : " semua perawi-nya shahih kecuali Hayyan Bin Abdillah "

Kaprikornus sanggup disimpulkan tidak semua panji Rasulullah Saw bertuliskan kalimat tauhid, hanya satu bendera berwarna hitam saja, itupun ulama sekelas Ibnu Hajar masih mencurigai adanya kalimat tauhid dalam bendera Rasulullah Saw tersebut.

3. Fungsi Bendera (Ar-Rayah dan Al-Liwa') di zaman Rasulullah Saw. 

Anggap saja warna dan bentuk bendera Rasulullah Saw memang menyerupai itu, kita juga harus mengetahui fungsi dan kegunaan bendera Royah dan Liwa' di masa Rasulullah Saw. Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Bari-nya :

الراية و اللواء : العلم الذي يحمل في الحرب يعرف به موضع صاحب الجيش و قد يحمله أمير الجيش و قد يدفع لمقدم العسكر و كان الاصل ان يمسكها رئيش الجيش ثم صارت تحمل على رأسه 

"Royah dan Liwa' yaitu bendera yang dipakai dalam peperangan dan menjadi tanda dimana posisi pemimpin perang. Bendera ini hanya dibawa oleh komandan perang dan terkadang juga diserahkan pada pasukan yang berada di barisan paling depan.. "

Syaikh Abdullah Said Al-Lahji dalam Muntaha As-Suul berkata :

فالراية هي التي يتولاها صاحب الحرب و يقاتل عليه و إليها تميل المقاتلة 

"Royah yaitu bendera yang dikuasai pemimpin perang dan ia bertugas untuk mempertahankannya. Peperangan berpusat ke mana arah bendera tersebut."

Kaprikornus fungsi orisinil dari Royah dan Liwa' yaitu sebagai bendera perang, oleh sebab itu bendera Royah juga dijuluki sebagai "Ummul Harb" atau induk perang.  jangan heran jikalau Imam Bukhori memasukkan pembahasan Liwa' dan Royah ini dalam kitabul Jihad. Ibnu Qoyyim Al-Jauzi dalam Zad Al-Ma'ad, Syaikh Yusuf An-Nabhani dalam Wasail Al-Wushul, dan Sayyid Muhammad Al-Maliki dalam Tarikh Al-Hawadits, mereka semua setuju meletakkan pembahasan bendera ini dalam Babu Silahi Rasulillah Saw : Bab Senjata perang yang dimiliki Rasulullah Saw.

Kesimpulannya : Bendera Royah dan Liwa' yaitu atirbut perang. jadi sangat gak nyambung dan gak relevan jikalau di zaman now ini bendera-bendera itu malah dikibarkan dalam keadaan tenang, kondusif dan damai. Bendera-bendera itu tidak layak dibawa dalam majlis-majlis, demo-demo atau acara-acara keagamaan, Apalagi dikibarkan dalam program hari santri nasional ? Jelas-jelas itu yaitu sebuah kedhaliman, wadh'u Assyai fi ghoir mahallihi, menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya.

pada zaman Rasul Saw Bendera-bendera ini merupakan atribut khusus yang hanya boleh dipegang oleh pemimpin perang, bahkan para pasukan pun tidak boleh asal membawa bendera jenis ini.

(Tapi Sekarang bendera hitam ini malah seenaknya saja dibawa oleh bocah- bocah dan ibu-ibu dalam demo-demo , majlis-majlis dan acara-acara lainnya )

oleh sebab itu Ibnu Hajar menyatakan bahwa bendera Royah dan Liwa' hanya dianjurkan untuk dikibarkan dalam waktu perang, itupun yang boleh membawanya cuma komandan perang atau prajurit yang dipercayainya. Dawuh dia dalam Fathul Bari :

و في الأحاديث استحباب اتخاذ الأولية في الحروب و أن اللواء يكون مع الأمير او من يقيمه لذلك عند الحرب 

Ini terang menolak anggapan mereka yang berfikir bahwa dulu pada zaman Rasulullah Saw, bendera-bendera hitam ini yaitu panji-panji Islam yang dengan indahnya berkibar di jalanan kota makkah-madinah, di depan Masjidil Haram atau Masjid Nabawi,  dan dibawa para Sabahat dalam setiap perkumpulan atau program keagamaan.

Sekali lagi bendera ini yaitu bendera perang, bukan bendera "ummat". Jangan kaget jikalau panji-panji hitam ini kini menjadi simbol resmi golongan yang bawaannya pengen perang dan berantem mulu menyerupai ISIS, Al-Qaeda, Jabhat Nushra dan jama'ah-jama'ah radikal lainnya.

Pada Intinya Bendera-bendera ini sama sekali tidak disunnahkan dikibarkan pada selain waktu perang. Bahkan untuk kini ini, tatkala panji-panji hitam ini (Royah Suud) menjadi simbol yang indentik dengan golongan radikal dan sanggup memicu fitnah, kekhawatiran dan kekacauan. Hukum membawa bendera ini sanggup mencapai taraf "haram" : Saddan Lid Dzariah..

4. Masalah Pembakaran Bendera 
Terlepas dari aturan mengkremasi bendera hitam yang sudah banyak dikaji dimana-mana, sejatinya dari awal saya sangat menyayangkan insiden pembakaran bendera hitam di Garut itu. Karena selain sanggup menjadikan fitnah dan polemik berkepanjangan menyerupai dikala ini, ada cara lain yang tentunya lebih halus dan kalem daripada membakar.  menyitanya saja saya rasa sudah sangat cukup. Kita semua niscaya tau, dari dulu kalimat "bakar!" - selain bakar ayam, ikan atau jagung- selalu identik dengan ke-bringasan dan kebrutalan, sedangkan NU dari dulu dikenal sebagai penyebar Islam teduh dan damai. jikalau memang hal ini sanggup memicu api fitnah dan nantinya kita harus menciptakan pembelaan disana-sini, kenapa tidak dihindari dari awal ? Al-Daf'u awla min Ar-Raf'i, menangkal lebih baik daripada mengobati, Bukankah begitu dalam Qoidah fiqihnya ?

 Di simpulan goresan pena ini mengisahkan bendera organisai terlalarang yang bertuliskan kalimat t Bendera Hitam Adalah Bendera Perang, Bukan Bendera Ummat

Jelas tidak benar jikalau Banser dituduh sebagai ormas anti kalimat Tauhid gara-gara insiden ini, sebagaimana sangat naif jikalau kita serampangan menuduh setiap orang yang tidak oke dengan pembakaran ini sebagai simpatisan HTI atau orang-orang yang terpengaruh dengan ideologi mereka..

Menutup "pintu" fitnah itu penting, sama menyerupai ketika Rasulullah Saw menahan diri untuk memerangi kaum munafikin biar tidak menjadikan fitnah dan asumsi-asumsi sesat ditengah masyarakat. toh padahal mereka sudah berkali-kali merencanakan makar-makar jahat terhadap Rasulullah Saw.

"Aku tidak ingin orang-orang berkata bahwa Muhammad memerangi sahabat-nya sendiri " begitu sabda Rasulullah Saw waktu itu..

Bukan hal yang mengherankan jikalau pembakaran bendera tauhid itu meledakkan kegaduhan dan kehebohan di tengah masyarakat, sebab memang insiden ini -mungkin- yaitu yang pertama dan gres kali ini terjadi di bumi Indonesia.

Kemarin saya mendiskusikan dilema ini dengan seorang sobat asal Hudaidah, salah satu kota di Yaman Utara yang hingga kini dilanda konflik tiada henti. Di daerah-daerah konflik disana bendera hitam bertuliskan kalimat tauhid juga banyak tersebar, hanya saja disana panji hitam bukan menjadi bendera HTI, melainkan bendera Al-Qaeda.

"Al-Qaeda di Syimal-Yaman Utara- bukankah juga mempunyai bendera?"

"Iya punya.. Bendera Hitam bertuliskan La ilaha Illallah"

Saya kemudian menceritakan kepadanya kehebohan di Indonesia akhir pembakaran bendera tauhid tempo hari lalu, tanggapanya benar-benar diluar dugaan..

"Aadii.. (Biasa saja)" ucapnya santai." di Aden atau di Hudaidah pembakaran bendera-bendera hitam menyerupai itu sudah biasa terjadi. mereka menyita dan mengumpulkan bendera-bendera itu dalam suatu tempat, menyiramnya dengan bensin kemudian membakarnya.."

"Siapa yang melakukannya..?"

"Pemerintah.. Masyarakat juga turut andil, bahkan di daerahku sebagian masyaikh juga melaksanakan itu.."

"Mereka yang mengkremasi juga ahlussunnah.. ?"

" Iya.. "

" Ma minggu takallam ? (tidak ada yang berkomentar atas pembakaran itu..) ?"

"Gak ada.. Biasa aja, bendera-bendera itu yaitu penyebab fitnah, jadi sudah seharusnya dilenyapkan, kami mengqiyaskannya dengan Masjid Dhiror " begitu pendapatnya..

Saya juga menceritakan dilema ini kepada murid-murid saya yang berasal dari Yaman Utara. salah satu dari mereka berjulukan Ahmad, berasal dari kota Mahwith. Ia tampak terkejut ketika mendengar kisah saya, tapi bukan sebab Insiden pembakaran bendera (karena menurutnya, pembakaran bendera hitam di wilayahnya sudah lumrah dan biasa). Ia malah terkejut sebab satu hal : Kok sanggup bendera menyerupai itu ada di Indonesia ?

Setelah kami bertukar kisah panjang lebar, dengan raut wajah murung ia berkata :

"Allah Yarhamkum ya ustadz.. Semoga Allah mengasihani kalian para penduduk Indonesia ustadz..
Wallah..Jika bendera-bendera hitam itu mulai tersebar di negara kalian, itu mengambarkan awal dari semua kekacauan.."

Saya mengamini doa tulusnya itu.. Ia benar.. Ditengah angin puting-beliung fitnah, kegaduhan, dan perpecahan yang berkecamuk diantara kita dikala ini.. betapa butuhnya kita akan pertolongan, kasih sayang dan belas kasih Allah untuk kita..

Irhamna Ya Rabb Ya Rahiim Ya Rahmaan..

** hanya goresan pena pribadi, tidak ada sangkut pautnya dengan ormas, keluarga besar, atau forum dimana saya bernaung..

* Ismael Amin Kholil, 24 Oktober, 2018.

0 komentar:

Post a Comment