Showing posts with label Ibadah. Show all posts
Showing posts with label Ibadah. Show all posts
Banyak dari para keturunan Rosululloh SAW merasa tidak keberatan disebut “Habib”,”Sayyid” atau “Syarif”. Mereka menyadari bahwa darah keturunan Nabi Muhammad SAW yang ada pada mereka, merupakan karunia Alloh SWT.

Karunia ini bukan alasannya ialah mereka meminta, melainkan alasannya ialah kehendak Alloh semata yang sudah menjadi suratan Takdir semata. Beliau-beliau mendapatkan kenyataan yang ada pada diri mereka dengan rasa syukur.

Gelar yang diberikan oleh masyarakat Muslim khususnya kepada mereka, sama sekali dihentikan mengakibatkan mereka sombong atau menepuk dada, malah justru harus sebaliknya.  
Sebutan gelar tersebut bagi beliau-beliau, pagi-sore-siang-malam, selalu mengiang-ngiang di telinga, sebagai tanda peringatan, tiap dikala dan dimana saja bahwa mereka harus senantiasa berhati-hati menjaga kesucian agama Islam dan keagungan Utusan Alloh, Nabi Muhammad SAW, yang menjadi kakek moyang nya.

Darah keturunan Muhammad Rosululloh SAW yang ada pada diri mereka bahkan merupakan amanat ilahi yang terpikulkan di atas bahu mereka. Dengan amanat tersebut, Alloh SWT menghendaki semoga mereka hidup menjadi pola bagi ummat dan masyarakat. Serta berusaha sekemampuannya untuk menjadi orang-orang sholeh secara individual dan sosial , jago ilmu, jago ibadah dalam arti yang seluas luasnya.

Sungguh berat menanggung sebutan habib, sayyid atau syarif. Dibanding orang biasa mereka memikul pertanggung tanggapan yang lebih besar dan berat di hadapan Alloh dan Rosul-Nya di alam abadi kelak.

Atas dasar itulah, maka tidak sedikit diantara para beliau-beliau yang menentukan jalan tasawwuf yang selurus lurus nya, juga dengan menjauhi bujuk rayu keduniawian, guna mendekatkan kepada jalan nya Alloh dan Rosul-Nya.

Semoga Alloh SWT melimpahkan keridhoan dan rahmatNya kepada belia-beliau dan juga kepada kita semua, serta menetapkan kita di jalan dakwah yang Tasaamuh, tawassuth, tawaazun dan I’tidal , amiin Ya Robbal Alamin. 
Ayat berikut secara jelas memberitahukan kepada orang-orang beriman agar jangan saling mengolok-olok.
JANGAN MENGOLOK-OLOK SAUDARA SESAMA

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) bisa jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) bisa jadi wanita-wanita (yang diperolok-olok) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (al-Hujuraat: 11)

Allah menyuruh manusia menahan diri dari mengolok-olok. Mengolok-olok dapat berupa menertawai kemalangan orang lain, tersenyum sinis, menyindir, atau memandang rendah. Sikap-sikap seperti itu merupakan budaya orang-orang jahil dan tidak sesuai dengan orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Al-Qur`an memperingatkan kita bahwa orang yang memperturutkan sikap yang demikian akan menderita karena api neraka akan merambat sampai membakar hati mereka.

Allah tidak suka dengan orang yang suka mengolok-olok

“Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya, dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya. Sekali-kali tidak! Sesungguhnya, dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah. Dan tahukah kamu apa Huthamah itu? (Yaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan, yang (membakar) sampai ke hati. Sesungguhnya, api itu ditutup rapat atas mereka, (sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang.” (al-Humazah: 1-9)

Tidaklah mungkin bagi orang-orang beriman berperilaku sinis setelah mengetahui kehendak Allah ini. Karena itu, tidak ada orang beriman yang dengan sengaja bersikap seperti itu. Akan tetapi, jikalau ada orang beriman yang tergelincir pada sikap demikian, hal itu disebabkan karena ketidaksadarannya berlaku salah dan menganggapnya sebagai lelucon. Akan tetapi, begitu ia menyadari kesalahannya, ia harus segera berhenti dan bertobat.
Kematian adalah kembali ke sisi Allah dan keluar dari kehidupan dunia untuk memasuki kehidupan lain, seperti Allah gambarkan dalam kitab-Nya. Mati diaini bukan hal biasa yang sering kita pahami dan kita lihat sehari-hari sebagai hilangnya fungsi Indra , punahnya kemampuan beraktivitas dan lenyapnya kehidupan.

Allah SWT berfirman dalam QS. Qaf ayat 19 yang artinya:
Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya (bilhak). Itulah yang kamu selalu lari darinya.

dari ayat ini kita dapat memahami kematian yang digambarkan oleh Allah SWT, dengan ungkapan bil-haqq, sehingga kematian bukanlah ketiadaan

Persiapkan Masa Depanmu dengan Mengenali Hakikat Kematian


Kematian adalah hal yang pasti, ajalpun telah ditetapkan. Maka kenali mereka

Kami tiada menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antaranya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan dalam ajal (masa) yang telah ditentukan. Dan orang-orang kafir berpaling dari apa yang diperingatkan kepada mereka (QS. Al-Ahqaf: 3)

 Dalam ayat ini Allah SWT menjelaskan bahwa segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi juga apa yang ada di antara keduanya telah ditentukan oleh Allah dan dibatasi dengan ajal yang telah Allah ciptakan. Karena tidak ada satupun maujud yang melampaui batas ajalnya.

Tiap-tiap umat mempunyai ajal; maka apabila telah datang ajalnya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat pula (pula) memajukannya. (QS. al-A'raf: 34)

Masih banyak lagi ayat-ayat Al-Qur'an yang menerangkan permasalahan ajal. Secara bahasa Ajal adalah masa berakhirnya sesuatu.

Kata ajal didalam Al-Qur'an banyak sekali disebutkan, tetapi bukan hanya dengan kata tersebut, dengan kata yang lain pun ALLAH menyebutkan hal tersebut. Kata yaum (hari) pun dicantumkan dalam Al-Qur'an pada Surat Saba' ayat 30.

Bersiaplah sebelum ajal menjemputmu, sebab ajal datang tanpa kompromi

Dua macam ajal dalam Al-Qur'an dikatakan tetapi masih dalam satu dimensi yaitu; ajal yang bersifat duniawi dan temporal dan juga ajal yang merupakan kketetapan-Nya yang bersifat abadi .




JUMAT SAYIDUL AYYAM, 5 Perkara yang Sepele Ini Jadi Ibadah di Hari Jumat


1. Mengantuk di Masjid pada Hari Jumaat 
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, 
.
“Apabila salah seorang di antara kalian mengantuk ketika berada di masjid pada hari jumaat, maka hendaknya ia berpindah dari tempat duduknya kepada tempat yang lainnya.” 
Disahihkan oleh  Syeikh Al-Albani. Lihat Ash-Shahihah no.468
.
2. Hari Jumaat kepada Jumaat Berikutnya Adalah Penebus Dosa
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, 
.
“Hari jumaat menuju Jumaat berikutnya merupakan penebus dosa yang dilakukan di antara keduanya selama ia tidak melakukan dosa besar.” 
Lihat Ash-Shahihah no.3623
.
3. Membaca Surat Al-Kahfi
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, 
.
“Barangsiapa membaca surat Al-Kahfi pada hari Jumaat ,maka ia akan diterangi oleh cahaya sampai jumaat berikutnya.” 
Lihat Shahihul Jami no. 6470
.
4. Memperbanyak Selawat
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, 
.
“Perbanyaklah berselawat kepadaku pada hari jumaat dan malam jumaat. Kerana barangsiapa berselawat sekali saja kepadaku, maka Allah akan membalas selawatnya sebanyak sepuluh kali.” 
Lihat Ash-Shahihah no. 1407
.
5. Waktu Mustajab
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, 
.
“Sesungguhnya pada hari jum’at ada satu waktu, tidaklah seorang muslim bertepatan waktu tersebut ketika ia berdo’a meminta kebaikan kepada Allah, melainkan Allah akan mengabulkan permintaannya.” 
(HR. Muslim)
.
Wallahualam

Sumber : https://baca-tazkirah.blogspot.my

Ini Penjelasan Sudah Menikah Namun Belum Juga Kaya
[favorite]
Katanya dengan menikah Allah akan beri kekayaan dan kecukupan. Namun kenapa ada yang menikah tetapi tidak demikian?
Allah Ta’ala berfirman,

وَأَنكِحُوا اْلأَيَامَى مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَآئِكُمْ إِن يَكُونُوا فُقَرَآءَ يُغْنِهِمُ اللهُ مِن فَضْلِهِ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nuur: 32).
Dari ayat di atas, Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,

اِلْتَمِسُوْا الغِنَى فِي النِّكَاحِ

“Carilah kaya (hidup berkecukupan) dengan menikah.” Umar bin Al-Khattab juga mengatakan semisal itu. (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 5:533)
Disebutkan pula dalam hadits bahwa Allah akan senantiasa menolong orang yang ingin menjaga kesucian dirinya lewat menikah. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang tiga golongan yang pasti mendapat pertolongan Allah. Di antaranya,

وَالنَّاكِحُ الَّذِي يُرِيدُ الْعَفَافَ

“… seorang yang menikah karena ingin menjaga kesuciannya.” (HR. An-Nasa’i, no. 3220, Tirmidzi, no. 1655. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan.).
Ahmad bin Syu’aib Al-Khurasani An-Nasai membawakan hadits tersebut dalam Bab “Pertolongan Allah bagi orang yang nikah yang ingin menjaga kesucian dirinya”.

Sekarang, ada yang sudah menikah namun belum diberi kecukupan atau kekayaan? Kenapa bisa demikian?

Ada beberapa alasan disebutkan oleh para ulama sebagaimana diutarakan oleh Syaikh Musthafa Al-‘Adawi.

Pertama: Kecukupan itu tergantung kehendak Allah (masyiah Allah). Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
وَإِنْ خِفْتُمْ عَيْلَةً فَسَوْفَ يُغْنِيكُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ إِنْ شَاءَ
Dan jika kamu khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberimu kekayaan kepadamu dari karuniaNya, jika Dia menghendaki.” (QS. At-Taubah: 28)
فَيَكْشِفُ مَا تَدْعُونَ إِلَيْهِ إِنْ شَاءَ
Maka Dia menghilangkan bahaya yang karenanya kamu berdoa kepadaNya, jika Dia menghendaki.” (QS. Al-An’am: 41)

Kedua: Umumnya, orang yang menikah akan diberi kecukupan rezeki oleh Allah.

Ketiga: Jika yang menikah tadi dengan menikahnya ingin menjaga kesucian diri, itulah yang membuat Allah beri kecukupan (sebagaimana janji dalam hadts yang disebutkan di atas).

Keempat: Kecukupan itu diperoleh bagi yang bertakwa pada Allah dan mencari sebab yang syar’i untuk mendapatkan rezeki.

Kelima: Yang dimaksud ghina (cukup atau kaya) di sini adalah kaya hati atau hati yang selalu merasa cukup (alias: qana’ah).

Keenam: Yang dimaksud adalah Allah beri kecukupan dengan karunia-Nya dengan yang halal sehingga ia terjaga dari zina.

Ketujuh: Kekayaan itu diperoleh karena jatah rezeki untuk suami bergabung dengan rezeki istri.

Demikian, semoga Allah beri kecukupan dan kekayaan setelah menikah. Wallahu waliyyut taufiq.


Sumber : https://rumaysho.com/16478-sudah-menikah-namun-belum-juga-kaya.html