Seorang nabi atau utusan Allah niscaya dilengkapi dengan mukjizat dalam menjalankan misinya, yaitu menyeru kepada umatnya untuk menyembah Allah. Meski bentuknya berbeda-beda, namun fungsi mukjizat itu sama yaitu sebagai ‘senjata untuk melumpuhkan’ musuh-musuh nabi atau utusan Allah.
Mukjizat atau kejadian abnormal yang sukar dijangkau nalar sehat insan tidak melulu terjadi kepada seseorang yang sudah diangkat menjadi nabi atau utusan Allah. Terkadang Allah juga memperlihatkan mukjizat kepada seseorang yang nantinya akan diangkat menjadi nabi dan utusan-Nya.
Rasulullah yaitu salah satunya. Beliau semenjak kecil –sebelum diangkat menjadi seorang nabi dan rasul Allah- sudah mengalami beberapa kejadian menakjubkan yang tidak dapat dicerna nalar manusia. Salah satu kejadian menakjubkan yang dialami Rasulullah dikala kecil yaitu mendatangkan hujan.
Dikisahkan, bahwa suatu ketika masyarakat Makkah dilanda trend paceklik. Tidak ada hujan. Kekeringan dimana-mana. Kemiskinan melanda siapapun. Penduduk Makkah lalu meminta Abu Thalib (Paman Nabi) untuk berdoa kepada Tuhan biar turun hujan. Maklum, pada dikala itu Abu Thalib merupakan penjaga Ka’bah, sesudah menggantikan ayahnya, Abdul Muthalib, yang wafat.
Merujuk buku Sirah Nabawiyah (Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri, 2012), sebagaimana diceritakan Ibnu Asakir dalam kitabnya “Tarikh”, mengemukakan sebuah riwayat dari Julhamah bin Arfathah, Abu Thalib lantas mengajak Rasulullah –yang dikala itu masih kecil- ke sekitaran Ka’bah.
Ketika itu wajah Rasulullah laksana matahari yang membawa mendung. Menampakkan awan yang sedang berjalan pelan-pelan. Singkat cerita, Abu Thalib menempelkan punggung Rasulullah ke dinding Ka’bah. Sementara jari-jarinya memegang Rasulullah.
Sesaat sesudah kejadian ini, cuaca menjadi berubah total. Langit yang tadinya terperinci benderang berkembang menjadi mendung petang. Tidak usang kemudian, hujan turun dengan begitu lebat. Lembah-lembah menjadi basah. Ladang-ladang yang tadinya kering menjadi subur. Oase-oase juga terisi air kembali.
Abu Thalib eksklusif memeluk Rasulullah. Ia lantas membacakan sebuah syair pendek ihwal kejadian tersebut. “Putih berseri meminta hujan dengan wajahnya. Penolong anak yatim dan pelindung perempuan janda,” kata Abu Thalib.
Masyarakat Makkah begitu besar hati sesudah hujan turun. Mereka terhindar dari trend paceklik. Para petani juga balasannya dapat bercocok tanam kembali, sesudah sekian usang tidak dapat alasannya yaitu tidak adanya air.
Wallahu A’lam
Sumber: Situs PBNU
0 komentar:
Post a Comment