1.) Orang yang tidak memiliki harta dan membutuhkannya disebut fakir. Dalam menyikapi kebutuhan harta tersebut, terdapat 5 keadaan :
a. Jika diberi harta beliau tidak suka, enggan mengambilnya dan benci karena beliau menjaga dirinya dari kejahatan, ancaman serta gangguan dari harta. Orang fakir golongan ini dinamakan orang ZUHUD, yaitu orang yang memandang harta sama dengan memandang kerikil dan tanah. Ini ialah tingkat tertinggi.
b. Tidak gemar kepada harta dan tidak pula membencinya. Dia zuhud apabila memperoleh harta. Orang ibarat ini ialah orang yang RIDLO.
c. Suka kepada harta daripada tidak ada, tetapi kesukaannya itu tidak hingga kepada rakus, yang selalu kurang dan ingin bertambah. Dia mau mengambil harta jikalau harta itu tidak syubhat dan halal secara mutlak. Orang ibarat ini dinamakan QONA’AH, yaitu mendapatkan dengan bahagia apa yang ada di tangannya sendiri, apa yang telah dimilikinya.
d. Tidak punya harta karena lemah tidak bisa mencarinya, dan seandainya masih bisa tentu akan dicarinya meskipun dengan bersusah payah. Dia akan sibuk mencarinya. Orang ibarat ini meskipun tidak memiliki harta, tetapi tergolong orang RAKUS dan tercela.
e. Harta yang diperlukan itu memang benar-benar sangat diperlukan sebagai kebutuhan pokok, ibarat orang yang dalam keadaan lapar dan tidak punya pakaian. Maka mencari harta dalam keadaan demikian itu, sekalipun sangat ingin bukanlah dinamakan cinta harta, karena yang tidak dimiliki sangatlah dibutuhkan.
2.) Wahai hamba Allah, berhentinya cita-cita terhadap apa yang sudah diberikan kepadamu, dan tidak ada lagi cita-cita untuk menambah dari yang sudah ada ialah sifat qona’ahmu yang terpuji. Ketahuilah, bahwa qona’ah itu ialah mendapatkan dengan rela apa yang telah ada, memohon kepada Allah suplemen yang pantas disertai perjuangan karena mencari keridlaan Allah, mendapatkan dengan sabar akan takdir Allah, bertawakkal kepada-Nya, dan tidak tertarik oleh budi anyir dunia. Yakinlah kau bahwa qona’ah ialah suatu perilaku hidup yang harus dimiliki oleh setiap orang muslim, karena dengan berqona’ah hati menjadi tenang, bahkan menjadi suatu modal yang tak pernah habis, dalam situasi dan kondisi apapun.
3.) Sikap qona’ah ialah suatu perilaku yang dituntut oleh orang sufi, karena dengan perilaku qona’ah mereka sanggup terhindar dari undangan nafsu terhadap dunia dan kemewahannya, dan cita-cita nafsu kepada dunia ini tidak akan pernah puas, bahkan akan membawa insan untuk selalu disibukkan dengan urusan dunia saja, sehingga lupa untuk mempersiapkan kehidupan darul abadi dan lupa kepada Tuhannya. Sifat qona’ah ialah suatu perilaku yang sanggup mendidik insan untuk bersyukur terhadap nikmat Allah, dan dengan bersyukur terhadap nikmat Allah itulah balasannya insan memperbanyak beribadah kepada-Nya.
4.) Wahai hamba Allah, sebenarnya agama menyuruh qona’ah itu ialah qona’ah hati, bukan qona’ah ikhtiar, bukan qona’ah perjuangan dan bukan pula qona’ah bekerja. Oleh karena itu, sobat Rasulullah saw. ialah orang-orang yang kaya, melaksanakan perdagangan ke luar negeri, sedang mereka termasuk orang-orang yang qona’ah. Adapun manfaat qona’ah ialah sangat besar sewaktu harta itu hilang dengan tiba-tiba.
Wahai hamba Allah, maksud qona’ah itu sangat luas. Qona’ah menyuruh insan untuk betul-betul percaya akan adanya kekuasaan yang melebihi kekuasaan manusia. Qona’ah menyuruh sabar mendapatkan ketentuan Allah jikalau ketentuan itu tidak menyenangkan, dan menyuruh bersyukur bila Allah menjamin kenikmatan kepadanya. Dalam hal yang demikian, insan masih tetap disuruh berusaha keras, dengan kekuatan tenaga dan harta benda, dikarenakan selama insan masih hidup masih diwajibkan berusaha mencari rezeki. Kamu bekerja bukan berarti meminta suplemen dari yang telah ada dan tidak merasa cukup terhadap apa yang telah ada di tangan, tetapi kau bekerja alasannya ialah kau masih hidup dimana orang hidup itu wajib bekerja. Inilah maksud qona’ah.
Wallahu A’lam
Sumber: Buku Wejangan Syekh Abdul Qodir Jaelani
0 komentar:
Post a Comment