Memahami sosok KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur (1940-2009) tak lepas dari seorang tokoh yang rajin bersilaturrahim dengan siapa pun. Baik dengan orang yang masih hidup maupun orang yang sudah meninggal. Bahkan, Gus Dur yaitu salah seorang yang dianggap bisa berkomunikasi dengan orang yang diziarahinya di alam kubur.
Ketika menghadapi banyak sekali masalah bangsa, baik dikala belum menjadi Presiden RI maupun sesudah memangku jabatan presiden, Gus Dur lebih menentukan berkomunikasi dengan orang yang sudah meninggal dengan mengunjungi makamnya, ketimbang melaksanakan lobi-lobi politik.
“Saya tiba ke makam, lantaran aku tahu, mereka yang mati itu sudah tidak punya kepentingan lagi.” kata Gus Dur
Ada sebuah kisah ketika Gus Dur ingin berkunjung ke makam salah seorang leluhurnya, Syekh Ahmad Mutamakkin di Kajen, Margoyoso, Pati, Jawa Tengah. Gus Dur memang selalu menyempatkan mampir ke makam Mbah Mutamakkin dikala sedang melewati tempat Pati.
Menurut riwayat yang diceritakan KH. Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus), Gus Dur kala itu mengabarkan ingin bertemu dengan dua orang kiai dari Kajen, Mbah Mutamakkin (hidup di masa Sunan Amangkurat IV, 1719-1726 M) dan Mbah Dullah (KH. Abdullah Salam, 1917-2001). Bedanya, Gus Dur ingin bertemu Mbah Dullah di rumahnya, sedangkan Mbah Mutamakkin ingin ditemui Gus Dur di makamnya yang memang tidak pernah sepi peziarah.
Hal itu Gus Mus ungkapkan ketika sedang berbincang santai dengan KH. Husein Muhammad Cirebon. Ketika itu, Gus Mus pribadi meminta Kiai Husein untuk memberikan impian Gus Dur tersebut ke Mbah Dullah.
Kiai Husein pribadi menuju Kajen, Margoyoso, Pati untuk menemui kiai kharismatik yang lahir 1917 (informasi dari KH. Ma’mun Muzayyin, menantu Mbah Dullah) ini. Kiai Husein pribadi memberikan tujuannya menemui Mbah Dullah.
“Wah, Gus Dur tidak akan bertemu dengan Mbah Mutamakkin, ia sedang keluar,” tutur Mbah Dullah kepada Kiai Husein.
Kiai Husein sendiri sudah paham apa yang dimaksud Mbah Mutamakkin sedang keluar menyerupai yang diungkapkan oleh Mbah Dullah. Orang-orang sholeh memang kerap memiliki cara tersendiri dalam berkomunikasi meskipun secara jasad sudah meninggal. Hal ini tentu di luar batas nalar insan pada umumnya, lantaran ulama memiliki keistimewaan yang disebut karomah.
Informasi dari Mbah Dullah tersebut disimpan oleh Kiai Husein dan akan dikabarkan ketika dirinya bertemu pribadi dengan Gus Dur. Kiai Husein tidak mau orang lain salah paham ketika dirinya memberikan kabar dari salah seorang kiai sufi dan zahid (bersajaha, zuhud) tersebut.
Atas keinginannya untuk sowan kepada dua orang kiai Kajen tersebut, Gus Dur pun pribadi meluncur ke Kajen dan ternyata pribadi menuju rumah Mbah Dullah. Gus Dur sendiri tidak mampir ke rumah Kiai Husein. Kiai Husein pun tidak sempat mengabari Gus Dur mengenai klarifikasi Mbah Dullah terkait kabar Mbah Mutamakkin.
Usai tiba di Kajen, mestinya Gus Dur menemui Mbah Mutamakkin terlebih dahulu sebelum menuju rumah Mbah Dullah. “Lah, jarene (katanya) menemui Mbah Mutamakkin dulu, kok ke sini (rumah Mbah Dullah) dulu?” tanya Shinta Nuriyah yang dikala itu ikut mendampingi Gus Dur.
Gus Dur menjawab singkat, “Mbah Mutamakkin ora ono, lagek metu (Mbah Mutamakkin tidak ada, sedang keluar).”
Bagaimana Gus Dur mengetahui kabar Mbah Mutamakkin sedang keluar? Padahal kabar dari Mbah Dullah tersebut belum disampaikan kepada Gus Dur. Itulah pertanyaan pertama yang muncul di benak Kiai Husein.
Menurut Kiai Husein, itulah salah satu tanda kewalian Gus Dur. Orang semacam itu acap kali paham hal-hal yang orang pada umumnya tidak mengerti sehingga Gus Dur sering dinilai weruh sak durunge winara (mengetahui sebelum kejadian).
Wallahu A’lam
Sumber: Situs PBNU
0 komentar:
Post a Comment